JAKARTA, kabarlucu.com
Sebanyak 345 TKI kasus narkoba dan pembunuhan divonis mati di Malaysia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didesak meminta pengampunan kepada Malaysia.
"Satu-satunya cara adalah memilih prioritas bagaimana Pak SBY secara langsung meminta permohonan pengampunan," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah saat bertemu dengan staf khusus Presiden bidang bencana Andi Arif di Sayap Timur Istana Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (23/8.
Hadir dalam pertemuan itu Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dan Program Manager International NGO Forum on
Indonesia Development (Infid) Wahyu Susilo.
Anis Hidayat menambahkan, 345 TKI yang divonis mati berdasarkan data LSM, Kemlu dan Interpol itu terakumulasi sejak tahun 1990-an dan meningkat pada tahun 1997-1998.
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan vonis mati yang menjerat TKI itu rata-rata karena kasus narkoba dan pembunuhan. Sebagian besar, sekitar 250-an TKI berasal dari Aceh yang dulu menjual ganja di luar negeri untuk kepentingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). "Agak susah karena secara legal Indonesia masih ada hukuman mati, mungkin (pemerintah) malu kalau bikin pembelaan penjual narkoba," kata Haris.
Pemprov Aceh dan para napi itu, imbuhnya, sudah melakukan diplomasi kecil-kecilan dengan mengirimkan surat ke Presiden, KBRI Malaysia hingga ke Pemerintah Malaysia. "Faktanya hari ini 345 jumlahnya, bukan kasuistis lagi tapi sistematis. Ini butuh diplomasi tingkat tinggi," ujar Haris.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Andi Arif mengatakan sudah bertemu Presiden SBY dan menyampaikan data-data tentang 345 TKI yang divonis mati itu. Ia juga sudah bertemu dengan staf khusus bidang luar negeri, dan akan melibatkan beberapa menteri terkait seperti Menlu, Menakertrans dan Menkum HAM.
"Tidak perlu malu untuk membela kasus pembunuhan dan narkoba karena hukumannya mati. Kalau betul ada aspek politik mmenjual ganja untuk GAM dari 250 itu harus dikasih amnestilah," kata pria berkacamata ini.
Presiden SBY memerintahkan agar instansi terkait memperjuangkan nasib 345 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. SBY ingin agar para WNI itu mendapatkan keadilan dalam proses hukumnya. "Saya mau ini diurus secara gigih. Saya tidak mau bila ada perlakuan tidak adil dalam proses hukum yang dilakukan sepenuhnya oleh Malaysia," kata SBY saat membuka rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden kemarin.
Dia menegaskan, pemerintah akan terus memberikan bantuan hukum dan upaya diplomasi bagi para WNI tersebut. "Tapi karena isu ini sudah muncul di mana-mana, maka Menlu agar cepat klarifikasi berapa jumlah sebenarnya," terangnya.
Hanya saja, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat membantah berita yang dilansir sebuah LSM, seputar data 345 WNI dan TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Dia mengatakan, jumlah yang benar sebanyak 177 WNI dan kasus terbesar adalah kasus narkotik dan obat-obatan berbahaya.
Jumhur Hidayat menambahkan dari 142 kasus narkotika, 70 kasus di antaranya sudah mendapat putusan hukuman Mahkamah Rayuan atau Mahkamah Tinggi di Malaysia. "Tapi, memang tidak seluruh yang 70 itu dengan ancaman mati, karena ada juga yang masih dalam proses di Mahkamah Tinggi tersebut," ucap Jumhur kembali mengutip laporan Wakil Dubes RI di Kuala Lumpur.
Dijelaskan Jumhur, dari 177 WNI yang terancam hukuman mati, ada kemungkinan seorang di antaranya diampuni. Ditambahkan, ada kemungkinan proses dan putusan hukum Mahkamah Tinggi Malaysia membebaskan seseorang dari hukuman mati. Itu pun setelah mendapat pengampunan Dato Yang Dipertuan Agong Malaysia.
Di sisi lain, tiga orang WNI telah divonis hukuman mati di Malaysia terbukti di pengadilan Malaysia membawa 3 kg ganja. Meski demikian, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur tetap melakukan upaya diplomasi untuk mendapatkan grasi bagi ketiga WNI tersebut.
"Hingga saat ini, KBRI masih melakukan upaya pembelaan sambil menunggu surat yang akan disiapkan untuk permohonan grasi kepada Yang Di-Pertuan Agung Raja Malaysia. Kami pernah melakukan upaya serupa, yakni permohonan grasi untuk terpidana hukuman mati Adi Asnawi, dan Yang Di-Pertuan Agung meluluskan permohonan tersebut. Semoga kali ini berhasil juga," ujar Minister Konselor Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Kuala Lumpur, Widyarka Ryananta.
Ketiga WNI tersebut adalah Tarmizi Yacob, asal Desa Ceurucuk Kecamatan Samalanga
Kabupaten Aceh Jeumpa, Bireun, Bustamam bin Bukhori asal Desa Reum Baro Kecamatan Samalanga Kabupaten Aceh Jeumpa, Bireun, dan Parlan bin Dadeh juga asal Bireun, Aceh. Mereka dijerat pasal 39 B (1) UU Anti Narkotika Malaysia tahun 1952.
Widyarka juga menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir sejak 2007, KBRI telah berhasil mengupayakan grasi bagi 19 WNI yang divonis hukuman mati. 13 WNI diantaranya divonis hukuman mati dalam kasus narkoba, dan 6 WNI lainnya dalam kasus pembunuhan.
Ada dua langkah yang selalu dilakukan KBRI dalam upaya keberpihakan dan pembelaan terhadap WNI di Malaysia. Pertama, terang dia, langkah advokasi selama yang bersangkutan sedang menjalani proses hukum. Advokasi yang dilakukan seperti pendampingan kekonsuleran hingga pengacara.
"Kalau langkah pertama mentok atau tidak berhasil, atau sudah ada keputusan final dari mahkamah, KBRI tempuh langkah kedua yaitu diplomasi," kata Widyarka. Dia menjelaskan, langkah diplomasi yang dimaksud seperti mengajukan surat permohonan grasi kepada Yang Di-Pertuan Agung Raja Malaysia.
Bahkan KBRI, katanya, selalu melakukan sosialisasi kepada WNI di pabrik-pabrik, perkebunan, dan simpul-simpul lainnya tempat berkumpulnya WNI mengenai pentingnya menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia dengan mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Malaysia.
Widyarka juga mengungkapkan, berdasarkan data dari Komisioner Jenderal Penjara Malaysia, saat ini terdapat 6845 WNI yang ditahan di seluruh penjara Malaysia dengan berbagai kasus. Dari jumlah tersebut, 4804 diantaranya didakwa melanggar UU Keimigrasian Malaysia, 68 didakwa melanggar UU Narkotika Berbahaya, dan sisanya berbagai kasus.
Dari total jumlah tersebut juga, 177 WNI terancam hukuman mati, dimana 142 diantaranya karena kasus narkoba dan 35 karena kasus pembunuhan. Dari 177 WNI itu juga, 70 WNI diantaranya telah divonis mati, dimana 63 karena kasus narkoba, 6 kasus pembunuhan, dan 1 kasus pemilikan senjata api. 67 WNI diantaranya dalam proses banding di pengadilan.
Tim Gabungan
Untuk menangani masalah hukuman mati bagi warga negara Indonesia di Malaysia, pemerintah RI membentuk tim gabungan. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di Kantor Presiden Jakarta, usai menghadiri sidang kabinet mengatakan tim gabungan itu terdiri dari unsur kementerian luar negeri, kementerian hukum dan ham serta instansi terkait lainnya.
"Sudah diberikan instruksi oleh bapak presiden bahwa akan dibentuk tim gabungan dari kementerian luar negeri juga kemenkumham dan instansi lainnya, untuk bersama konsolidasi data dan mengupayakan bantuan yang maksimal," katanya.
Marty mengatakan saat ia belum bisa memastikan kebenaran data yang menyebutkan 345 WNI menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Ia mengatakan pihaknya sudah mempunyai data. Namun, untuk menyampaikan ke publik perlu sinkronisasi dengan dengan kementerian terkait lainnya untuk menghindari kesimpasiuran data.
"Untuk jumlah, lebih baik kami konsolidasi dengan kementerian lain , karena saya ingin data ini jelas. Kita terus konsolidasi data," paparnya. Namun demikian Marty mengatakan dengan pembentukan tim gabungan ini bukan berarti penanganan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri tidak maksimal.
"Kami ingin garis bawahi bahwa masalah ini kan bagian dari masalah perlindungan warga, kalau bicara masalah perlindungan warga, KBRI sudah bekerja secara maksimal untuk memberikan dukungan perlindungan dan keberpihakan. Dalam beberapa kasus memang berhasil kurangi vonis hukuman mati menjadi lebih ringan," katanya.
Ia menjelaskan pemerintah RI memberikan perlindungan maksimal yang dapat dilakukan terhadap WNI yang terlibat masalah hukum di luar negeri namun demikian usaha yang dilakukan tetap menghormati sistem hukum di negara yang bersangkutan. (okz/det/klc-1)
Sebanyak 345 TKI kasus narkoba dan pembunuhan divonis mati di Malaysia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didesak meminta pengampunan kepada Malaysia.
"Satu-satunya cara adalah memilih prioritas bagaimana Pak SBY secara langsung meminta permohonan pengampunan," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah saat bertemu dengan staf khusus Presiden bidang bencana Andi Arif di Sayap Timur Istana Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (23/8.
Hadir dalam pertemuan itu Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dan Program Manager International NGO Forum on
Indonesia Development (Infid) Wahyu Susilo.
Anis Hidayat menambahkan, 345 TKI yang divonis mati berdasarkan data LSM, Kemlu dan Interpol itu terakumulasi sejak tahun 1990-an dan meningkat pada tahun 1997-1998.
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan vonis mati yang menjerat TKI itu rata-rata karena kasus narkoba dan pembunuhan. Sebagian besar, sekitar 250-an TKI berasal dari Aceh yang dulu menjual ganja di luar negeri untuk kepentingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). "Agak susah karena secara legal Indonesia masih ada hukuman mati, mungkin (pemerintah) malu kalau bikin pembelaan penjual narkoba," kata Haris.
Pemprov Aceh dan para napi itu, imbuhnya, sudah melakukan diplomasi kecil-kecilan dengan mengirimkan surat ke Presiden, KBRI Malaysia hingga ke Pemerintah Malaysia. "Faktanya hari ini 345 jumlahnya, bukan kasuistis lagi tapi sistematis. Ini butuh diplomasi tingkat tinggi," ujar Haris.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Andi Arif mengatakan sudah bertemu Presiden SBY dan menyampaikan data-data tentang 345 TKI yang divonis mati itu. Ia juga sudah bertemu dengan staf khusus bidang luar negeri, dan akan melibatkan beberapa menteri terkait seperti Menlu, Menakertrans dan Menkum HAM.
"Tidak perlu malu untuk membela kasus pembunuhan dan narkoba karena hukumannya mati. Kalau betul ada aspek politik mmenjual ganja untuk GAM dari 250 itu harus dikasih amnestilah," kata pria berkacamata ini.
Presiden SBY memerintahkan agar instansi terkait memperjuangkan nasib 345 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. SBY ingin agar para WNI itu mendapatkan keadilan dalam proses hukumnya. "Saya mau ini diurus secara gigih. Saya tidak mau bila ada perlakuan tidak adil dalam proses hukum yang dilakukan sepenuhnya oleh Malaysia," kata SBY saat membuka rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden kemarin.
Dia menegaskan, pemerintah akan terus memberikan bantuan hukum dan upaya diplomasi bagi para WNI tersebut. "Tapi karena isu ini sudah muncul di mana-mana, maka Menlu agar cepat klarifikasi berapa jumlah sebenarnya," terangnya.
Hanya saja, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat membantah berita yang dilansir sebuah LSM, seputar data 345 WNI dan TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Dia mengatakan, jumlah yang benar sebanyak 177 WNI dan kasus terbesar adalah kasus narkotik dan obat-obatan berbahaya.
Jumhur Hidayat menambahkan dari 142 kasus narkotika, 70 kasus di antaranya sudah mendapat putusan hukuman Mahkamah Rayuan atau Mahkamah Tinggi di Malaysia. "Tapi, memang tidak seluruh yang 70 itu dengan ancaman mati, karena ada juga yang masih dalam proses di Mahkamah Tinggi tersebut," ucap Jumhur kembali mengutip laporan Wakil Dubes RI di Kuala Lumpur.
Dijelaskan Jumhur, dari 177 WNI yang terancam hukuman mati, ada kemungkinan seorang di antaranya diampuni. Ditambahkan, ada kemungkinan proses dan putusan hukum Mahkamah Tinggi Malaysia membebaskan seseorang dari hukuman mati. Itu pun setelah mendapat pengampunan Dato Yang Dipertuan Agong Malaysia.
Di sisi lain, tiga orang WNI telah divonis hukuman mati di Malaysia terbukti di pengadilan Malaysia membawa 3 kg ganja. Meski demikian, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur tetap melakukan upaya diplomasi untuk mendapatkan grasi bagi ketiga WNI tersebut.
"Hingga saat ini, KBRI masih melakukan upaya pembelaan sambil menunggu surat yang akan disiapkan untuk permohonan grasi kepada Yang Di-Pertuan Agung Raja Malaysia. Kami pernah melakukan upaya serupa, yakni permohonan grasi untuk terpidana hukuman mati Adi Asnawi, dan Yang Di-Pertuan Agung meluluskan permohonan tersebut. Semoga kali ini berhasil juga," ujar Minister Konselor Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Kuala Lumpur, Widyarka Ryananta.
Ketiga WNI tersebut adalah Tarmizi Yacob, asal Desa Ceurucuk Kecamatan Samalanga
Kabupaten Aceh Jeumpa, Bireun, Bustamam bin Bukhori asal Desa Reum Baro Kecamatan Samalanga Kabupaten Aceh Jeumpa, Bireun, dan Parlan bin Dadeh juga asal Bireun, Aceh. Mereka dijerat pasal 39 B (1) UU Anti Narkotika Malaysia tahun 1952.
Widyarka juga menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir sejak 2007, KBRI telah berhasil mengupayakan grasi bagi 19 WNI yang divonis hukuman mati. 13 WNI diantaranya divonis hukuman mati dalam kasus narkoba, dan 6 WNI lainnya dalam kasus pembunuhan.
Ada dua langkah yang selalu dilakukan KBRI dalam upaya keberpihakan dan pembelaan terhadap WNI di Malaysia. Pertama, terang dia, langkah advokasi selama yang bersangkutan sedang menjalani proses hukum. Advokasi yang dilakukan seperti pendampingan kekonsuleran hingga pengacara.
"Kalau langkah pertama mentok atau tidak berhasil, atau sudah ada keputusan final dari mahkamah, KBRI tempuh langkah kedua yaitu diplomasi," kata Widyarka. Dia menjelaskan, langkah diplomasi yang dimaksud seperti mengajukan surat permohonan grasi kepada Yang Di-Pertuan Agung Raja Malaysia.
Bahkan KBRI, katanya, selalu melakukan sosialisasi kepada WNI di pabrik-pabrik, perkebunan, dan simpul-simpul lainnya tempat berkumpulnya WNI mengenai pentingnya menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia dengan mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Malaysia.
Widyarka juga mengungkapkan, berdasarkan data dari Komisioner Jenderal Penjara Malaysia, saat ini terdapat 6845 WNI yang ditahan di seluruh penjara Malaysia dengan berbagai kasus. Dari jumlah tersebut, 4804 diantaranya didakwa melanggar UU Keimigrasian Malaysia, 68 didakwa melanggar UU Narkotika Berbahaya, dan sisanya berbagai kasus.
Dari total jumlah tersebut juga, 177 WNI terancam hukuman mati, dimana 142 diantaranya karena kasus narkoba dan 35 karena kasus pembunuhan. Dari 177 WNI itu juga, 70 WNI diantaranya telah divonis mati, dimana 63 karena kasus narkoba, 6 kasus pembunuhan, dan 1 kasus pemilikan senjata api. 67 WNI diantaranya dalam proses banding di pengadilan.
Tim Gabungan
Untuk menangani masalah hukuman mati bagi warga negara Indonesia di Malaysia, pemerintah RI membentuk tim gabungan. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di Kantor Presiden Jakarta, usai menghadiri sidang kabinet mengatakan tim gabungan itu terdiri dari unsur kementerian luar negeri, kementerian hukum dan ham serta instansi terkait lainnya.
"Sudah diberikan instruksi oleh bapak presiden bahwa akan dibentuk tim gabungan dari kementerian luar negeri juga kemenkumham dan instansi lainnya, untuk bersama konsolidasi data dan mengupayakan bantuan yang maksimal," katanya.
Marty mengatakan saat ia belum bisa memastikan kebenaran data yang menyebutkan 345 WNI menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Ia mengatakan pihaknya sudah mempunyai data. Namun, untuk menyampaikan ke publik perlu sinkronisasi dengan dengan kementerian terkait lainnya untuk menghindari kesimpasiuran data.
"Untuk jumlah, lebih baik kami konsolidasi dengan kementerian lain , karena saya ingin data ini jelas. Kita terus konsolidasi data," paparnya. Namun demikian Marty mengatakan dengan pembentukan tim gabungan ini bukan berarti penanganan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri tidak maksimal.
"Kami ingin garis bawahi bahwa masalah ini kan bagian dari masalah perlindungan warga, kalau bicara masalah perlindungan warga, KBRI sudah bekerja secara maksimal untuk memberikan dukungan perlindungan dan keberpihakan. Dalam beberapa kasus memang berhasil kurangi vonis hukuman mati menjadi lebih ringan," katanya.
Ia menjelaskan pemerintah RI memberikan perlindungan maksimal yang dapat dilakukan terhadap WNI yang terlibat masalah hukum di luar negeri namun demikian usaha yang dilakukan tetap menghormati sistem hukum di negara yang bersangkutan. (okz/det/klc-1)
0 Response to "Haaaa? Kok, ya Urut Nomornya 345... Sebanyak 345 TKI Divonis Mati"